Aku masih menyimpannya. Buku usang yang telah berusia satu
per empat dari usiaku kini. Buku pelajaran yang tidak mampu kubeli, lalu ku
fotokopi milik seorang teman. Aku membuka setiap lembaran-lembarannya. Masih terasa getaran-getaran semangat yang
pernah ku bendung di bangku sekolah dulu. Masih terngiang beberapa rasa dan
emosi yang pernah tercurah didalamnya. Tulisan
Handwrittingku yang penuh semangat,
beserta coretan-coretan stabilo yang warnanya kini pudar dimakan waktu.
Sambil terus membuka tiap halamannya, aku teringat akan sesuatu. Beberapa kisah haru masa lalu.
Temanku. Junita namanya. Teman yang duduk bersamaku dulu. Aku
selalu mencarinya, dimana kini kawanku itu berada, dan bagaimana kabarnya. Aku selalu
berdoa semoga dia baik-baik saja.
Kawanku!, ya, iya punya cerita sendiri yang masih tersimpan
dalam memori ini. Ia adalah satu-satunya teman yang sangat mengagumi dan
menggemariku. Ntah dari sisi mana Ia melihat kelebihanku. Padahal, di balik itu
aku sangat mengagumi dirinya sebagai seseorang yang tegar dalam kehidupan di
usianya yang belia itu dan patuh terhadap orang tua.
Ia selalu mencontek tugas dan tulisanku. Saat itu, Ia juga
tidak mampu membeli buku-buku pelajaran. Namun Ia tak melakukan hal sepertiku,
memfotokopi buku-buku dari seorang teman. Ia justru menggunakan bukuku bersama
saat setiap pelajaran berlangsung. Aku bangga. Aku berbahagia bisa berbagi buku
bersamanya. Aku bangga bila Ia mencontek tugasku lalu dibuatnya sebagai bahan
belajar di rumahnya.
Teringat juga, akan sesuatu yang membuatku mengacungkan
jempol pada diriku sendiri. Aku berhasil meraih peringkat lima dalam kelas. Suatu
hal yang sangat kusyukuri, karna sebelumnya aku belum pernah dapat menginjak
sepuluh besar. Lalu terpilih dalam beasiswa-beasiswa. Aku bangga menjadi
bintang kelas. Seorang juara kelas, tentunya dapat membuat bangga setiap hati
orang tuanya. Seorang juara kelas, biasanya mampu membuat ayah dan bundanya
tersenyum. Tetapi tidak untukku!
Kawanku, Junita, selalu menyebut tentang hal ini, “Enak ya,
menjadi dirimu. Kamu pintar. Dan kamu juara kelas. Semua nilai-nilaimu bagus. Kamu
tidak pernah mendapat angka dibawah 80. Kamu selalu menghiasi nilaimu dengan
angka 9 dan 100. Kamu rajin lagi. Tidak seperti aku. Bapakku hanya seorang juru
parkir. Ibuku tukang cuci baju. Aku jarang belajar karna harus membantu Ibu
mencuci pakaian dan bekerja sana sini untuk mencukupi kebutuhan. Enak ya jadi
dirimu. Aku pingin pintar sepertimu”.
Ia selalu Iri terhadapku. Suatu hari, peryataan yang selalu Ia ungkapkan kepadaku itu, kujawab. Membuatnya terdiam, dan mengenangku.
Ia selalu Iri terhadapku. Suatu hari, peryataan yang selalu Ia ungkapkan kepadaku itu, kujawab. Membuatnya terdiam, dan mengenangku.
“Jun. Tidak semua seorang juara kelas, adalah sosok yang perfect. Diantara mereka, pasti ada yang
pernah merasakan pahitnya kehidupan. Satu dan yang lain, tidak akan memiliki
kisah yang sama.
Jun. Tahukah kau? Dibalik semua ini aku menyimpan rasa sakit
yang amat begitu dalam. Jika kau selalu iri terhadapku yang selalu mendapatkan
nilai sempurna disetiap pelajaran, maka aku selalu iri kepada mereka yang
selalu bersama dengan Ayahnya. Aku hanya hidup dengan Ibuku, Jun. Aku tak
pernah menemui sosok ayahku. Ntah ada di mana beliau sekarang. Ia telah pergi
meninggalkan kami berdua.
Tahukah Jun? aku selalu iri kepada anak-anak yang dijemput
ayahnya seusai sekolah. Menceritakan kisah pagi siangnya di sekolah. Menceritakan
kisah cinta pertamanya di sekolah. Menceritakan hari-hari organisasi yang Ia
lalui di sekolah. Bahkan bertanya akan kesulitan PR dan ujian-ujian mendatang. Lalu
bergurau dengan hangat bersama ayahnya. Ketika Ia bersedih, Ia bisa memeluk
ayahnya lalu bercerita, sehingga Ia tersenyum kembali. Ketika Ia bingung
tentang nilai kehidupan, Ia bisa bertanya pada ayahnya. Dan ketika rindu, Ia
bisa memeluk ayahnya.
Tetapi tidak aku, Jun!. Aku berangkat dan pulang dari
sekolah sendiri, mengayuh sepeda kaki, sejauh kota ini. Aku menyimpan semua
suka dan duka hari-hari di sekolahku, karna pada siapa aku bercerita. Sedangkan Ibuku sibuk bekerja. Aku mengerjakan
kesulitan-kesulitan PR sendiri. Ketika aku bersedih, aku hanya bisa menangis
sendiri. Dan nilai kehidupan yang mestinya anak-anak dapatkan dari ayahnya,
kudapatkan sendiri. Dan ketika rindu tiba, aku hanya bisa menangis dan berdoa,
‘Tuhan, kembalikanlah
Ayahku..aku ingin bertemu dengannya. Dimana Ayahku.
Sampaikan kepadanya, Aku
rindu. Aku ingin memeluk Ayah seperti teman-temanku. Dimana Ayahku’
Kau masih lebih baik dariku Jun” Aku tersenyum.
Lalu melanjutkan, “Masih ada Emak dan Bapak yang ada
disampingmu. Emak dan Bapak yang ada di hatimu. Bapakmu bisa kau peluk kapanpun
dan dimanamu saat kau rindu. Bapakmu masih ada untuk mendengarkan cerita
hari-harimu. Tetapi tidak untukku Jun!
Inilah yang membuatku bertahan selama ini, Jun. Menjadi diriku
yang seperti ini. Aku berharap, bila nanti waktunya aku dapat bertemu Ayahku,
aku bisa memberikan nilai dan rapor-rapor yang kini kuhiasi dengan nilai
sempurna. Aku tak tahu kapan waktu yang indah itu akan tiba. Kini, yang bisa kulakukan
adal`h menjaga Ibuku, seperti Ayah menjagaku dan Ibu saat aku kecil, dan
melakukan yang terbaik untuk Ayah.
Sayangi, Emak dan Bapakmu Jun. Selagi mereka masih ada..”
Aku menutup buku itu. Dan menghentikan air mata yang
mengalir, saat aku mengenang memori masa lalu.
Aku tahu.. Aku semakin rindu pada Ayahku,..
Rasa rindu ini telah hanyut bersama memori pada setiap
lembaran-lembaran bukuku. Aku masih bisa merasakannya.
4 comments:
bagus ceritanya :'(
ceritanya bagus dek :)
oya, boleh kasih saran kah? fontnya kayaknya terlalu besar, kalo dikecilin dikit kayaknya jadi lebih nyaman bacanya :)
Aku kangen Ayah juga :( Jadi sedih baca ini :(
Semoga kelak kamu bisa bertemu Beliau :D
Semangat ya Ika :D
:') Alhamdulillah Mbak us
setelah sekian tahun lamanya akhirnya Allah swt telah mempertemukan aku dan ayahku kembali
walau dulu, aku menemukannya dalam keadaan sudah berceraiberai
namun sungguh syukur Alhamdulillah Allah sangat menyayangiku
beliau kembali kepada kami, hidup bahagia sakinah mawadah bersama Ibu dan aku
Allah mengembalikan seseorang yg aku cintai, dari renggutan wanita jahat
namun... kondisi yg berbalik adalah, aku tidak sepintar dahulu haaaaahaaaahaaaa
gapapa, yg penting ayahku ada disampingku
Post a Comment