ada banyak rasa saat coding. ada keringat dan air mata dalam mencoding. keringat saat kau berusaha menyelami makna dalam setiap ilmu coding. dan air mata disaat tiada orang yang dapat membantumu, ketika program dalam keaadaan bugging. apapun rasa dalam mencoding. cobalah untuk mengerjakan sendiri. sampai kau bisa. dan benar-benar bisa.

Wednesday, 1 May 2013

Sebuah kepingan rubik

seperti sebuah rubik dengan sisi belahan warna warni
begitu indah hendak diselesaikan
untuk menjadi sempurna

rubik ini tak selalu tersenyum
rubik ini butuh waktu
pada tangan-tangan yang memainkannya
rubik ini butuh waktu
pada setiap harapannya untuk menjadi sempurna

rubik ini ingin sempurna

 namun, pada perjalananya
rubik ini hancur
rubik ini menjadi kepingan-kepingan yang terhamburkan
entah bagaimana aku akan dapat merangkainya
utuh membentuk empat bujur sangkar

rubik ini terlanjur hancur
menjadi potongan-potongan yang tak saling terkaitkan
entah bagaimana aku dapat membentuknya kembali
seperti sedia dulu kala

rubik ini hancur, kawan
rubik ini telah hancur
ia begitu tercerai berai saling terhancurkan
entah bagaimana aku harus memulainya
entah bagaimana aku harus menimbun rasa
untuk membentuknya kembali
kokoh menjadi rubik bujur sangkar

aku tak mampu menyatukan kepingan-kepingan itu
aku tak mampu
aku hanya termenung, terdiam
melihat kehancuran itu
sambil menerima
kepingan-kepingan rubik itu

sebuah kepingan rubik ini, entah bagaimana aku harus memulainya
aku tak mampu

jangan pernah bertanya, siapa yang telah bersalah
sebuah rubiknya
ataukah seseorang yang telah memainkannya
aku hanya mampu melihat kepingan rubik itu, kawan
aku tak lagi mampu merangkainya
aku tak mampu lagi memperbaiki, semuanya

*) ayufow-Penulis




*Puisi-Sebuah kepingan rubik

karya puisi Sebuah kepingan rubik merupaka sebuah puisi analogi yang menggambarkan keadaan. dalam mengungkapkan suatu perasaan memang tidak harus secara eksplisit bisa diungkapkan, namun bisa juga melalui cara implisit agar mengajak para pembaca memvisualisasikan apa yang sedang kita rasakan.
Puisi diatas sebenarnya bermulai dari sebuah kalimat isi hati sebagai berikut
" Semua telah hancur berantakan. dan aku tidak bisa memperbaikinya."
disambung lagi dengan kalimat
"Ibarat aku bermain sebuah rubik. aku membentuknya berkali-kali untuk menjadi sempurna. sisi belahan warna yang sama. tapi apa yang terjadi. rubikku hancur. hancur berantakan."
"sekarang aku hanya mampu melihat kepingan-kepingan rubik itu. aku tidak mampu membentuknya kotak kembali. semua sudah hancur. aku hanya mampu melihar kepingan-kepingan rubik itu"
ya, mungkin ini adalah rasa yang paling dalam dari sebuah keadaan yang dirasakan. kondisi dan suasana yang menghimpit, dan serba berantakan. bahkan gagal. seseorang disini tak mampu memperbaikinya lagi. seseorang disini sudah sering berusaha berupaya dalam merangkai kepingan ini menjadu bentuk utuh lagi. namun apa daya, ia tetap tak mampu. rubik hanyalah jadi kepingan rubik
ia tak lagi mampu, untuk merangkainya
ia tak lagi mampu untuk memperbaiki semuanya

No comments: